Taman Siswa berdiri pada tanggal 3
juli 1922, Taman Siswa adalah badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan
masyarakat yang menggunakan pendidikan dalam arti luas untuk mencapai
cita-citanya. Bagi Tamansiswa, pendidikan bukanlah tujuan tetapi media untuk
mencapai tujuan perjuangan, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka
lahir dan batinnya. Merdeka lahiriah artinya tidak dijajah secara fisik,
ekonomi, politik, dsb; sedangkan merdeka secara batiniah adalah mampu
mengendalikan keadaan.
Bebicara Taman Siswa tidak bisa
lepas dari pendirinya yaitu Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau yang biasa di
kenal dengan Ki Hajar Dewantara. Beliau mendirikan Tamansiswa bertujuan untuk
pendidikan pemuda Indonesiadan juga sebagia alat perjuangan bagi rakyat
indonesia. Tamansiswa adalah membangun anak didik menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal
budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk
menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas
kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. Meskipun dengan
susunan kalimat yang berbeda namun tujuan pendidikan Taman siswa ini sejalan
dengan tujuan pendidikan nasional.
A. BERDIRINYA TAMAN SISWA
Tamansiswa berdiri pada 3 juli 1922, pendirinya adalah Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau yang biasa di kenal dengan Ki Hajar Dewantara. Awal pendirian tama siswa di awali dengan ketidak pusa dengan pola pendidikan yang di lakukan oleh pemerintah kolonial, karena jarang sekali Negara colonial yang memberikan fasilitas pendidikan yang baik kepada Negara jajahannya. Karena seperti yang di katakana oleh ahli sosiolog Amerika “pengajaran akan merupakan dinamit bagi system kasta yang di pertahankan dengan keras di dalam daerah jajahan”.
Tamansiswa berdiri pada 3 juli 1922, pendirinya adalah Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau yang biasa di kenal dengan Ki Hajar Dewantara. Awal pendirian tama siswa di awali dengan ketidak pusa dengan pola pendidikan yang di lakukan oleh pemerintah kolonial, karena jarang sekali Negara colonial yang memberikan fasilitas pendidikan yang baik kepada Negara jajahannya. Karena seperti yang di katakana oleh ahli sosiolog Amerika “pengajaran akan merupakan dinamit bagi system kasta yang di pertahankan dengan keras di dalam daerah jajahan”.
Gambar : Ki Hajar Dewantara
Sebab itu maka di dirikanlah Taman Siswa, berdirinya Taman Siswa merupakan tantangan terhadap politik pengajaran kolonial dengan mendirikan pranata tandingan. Taman Siswa adalah badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat yang menggunakan pendidikan dalam arti luas untuk mencapai cita-citanya. Bagi Taman Siswa, pendidikan bukanlah tujuan tetapi media untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya. Merdeka lahiriah artinya tidak dijajah secara fisik, ekonomi, politik, dsb, sedangkan merdeka secara batiniah adalah mampu mengendalikan keadaan.
Dengan proses berdirinya Taman Siswa Ki hajar Dewantara telah mengesampingkan pendapat revolusioner pada masa itu, tapai dengan seperti itu secara langsung usaha Ki Hajar merupakan lawan dari politik pengajaran kolonial.lain dari pada itu kebangkitan bangsa-bangsa yang di jajah dan perlawanan terhadap kekuasaan kilonial umumnya disebut dengan istilah nasionalisme atau paham kebangsaan menuju kemerdekaan. Taman Siswa mencita-citakan terciptanya pendidikan nasional, yaitu pendidikan yang beralas kebudayaan sendiri. Dalam pelaksanaanya pendidikan Taman Siswa akan mengikuti garis kebudayaan nasional dan berusaha mendidik angkatan muda di dalam jiwa kebangsaan.
Pendidikan Taman Siswa dilaksanakan berdasar Sistem Among, yaitu suatu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Dalam sistem ini setiap pendidik harus meluangkan waktu sebanyak 24 jam setiap harinya untuk memberikan pelayanan kepada anak didik sebagaimana orang tua yang memberikan pelayanan kepada anaknya.
Sistem Among tersebut berdasarkan cara berlakunya disebut Sistem Tutwuri Handayani. Dalam sistem ini orientasi pendidikan adalah pada anak didik, yang dalam terminologi baru disebut student centered. Di dalam sistem ini pelaksanaan pendidikan lebih didasarkan pada minat dan potensi apa yang perlu dikembangkan pada anak didik, bukan pada minat dan kemampuan apa yang dimiliki oleh pendidik. Apabila minat anak didik ternyata akan ke luar “rel” atau pengembangan potensi anak didik di jalan yang salah maka pendidik berhak untuk meluruskannya.
Gambar : Logo Taman Siswa
Untuk mencapai tujuan pendidikannya, Taman Siswa menyelanggarakan kerja sama
yang selaras antar tiga pusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan
perguruan, dan lingkungan masyarakat. Pusat pendidikan yang satu dengan yang
lain hendaknya saling berkoordinasi dan saling mengisi kekurangan yang ada.
Penerapan sistem pendidikan seperti ini yang dinamakan Sistem Trisentra
Pendidikan atau Sistem Tripusat Pendidikan.
Pendidikan Tamansiswa berciri khas Pancadarma, yaitu Kodrat Alam (memperhatikan
sunatullah), Kebudayaan (menerapkan teori Trikon), Kemerdekaan (memperhatikan
potensi dan minat maing-masing indi-vidu dan kelompok), Kebangsaan
(berorientasi pada keutuhan bangsa dengan berbagai ragam suku), dan Kemanusiaan
(menjunjung harkat dan martabat setiap orang).
B. REAKSI PEMERINTAH KOLONIAL TERHADAP TAMANSISWA
Taman Siswa bisa dianggap sebagai tempat pemupukan kader
masyarakat Indonesia di masa mendatang dan yang sudah pasti akan berusaha pula
untuk menumbangkan kekuasaan kolonial. Oleh karena itu pemerintah jajahan
berusaha untuk menghalang-halangi perkembangan Taman Siswa khususnya,
sekolah-sekolah partikelir umumnya. Sejak itu Taman Siswa akan menghadapi
perjuangan asasi, melawan politik pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1931
timbul pendapat di kalangan orang Belanda yang memperingatkan pemerintah, bahwa
apabila tidak diadakan peninjauan kembali atas pengajaran Gubernur, Taman Siswa
akan menguasai keadaan dalam tempo sepuluh tahun.
Pemerintah konservatif Gubernur Jendra de jonge menyambut kegelisahan orang
Belanda dengan mengeluarkan “ordonansi pengawasan” yang dimuat dalam Staatsblad
no. 494 tanggal 17 September 1932. Isi dan tujuan dari ordonansi itu ialah
memberi kuasa kepada alat-alat pemerintah untuk mengurus ujud dan isi
sekolah-sekolah partikelir yang tidak dibiayai oleh negeri. Sekolah partikelir
harus meminta izin lebih dahulu sebelum dibuka dan guru-gurunya harus mempunyai
izin mengajar. Rencana pengajaran harus pula sesuai dengan sekolah-sekolah
negeri, demikian juga peraturan-peraturannya. Ordonansi itu menimbulkan
perlawanan umum di kalangan masyarakat Indonesia dan dimulai oleh prakarsa Ki
Hadjar Dewantara yang mengirimkan protes dengan telegram kepada Gurbernur Jenderal
di Bogor pada tanggal 1 Oktober 1932.
Pada tanggal 3 Oktober 1932 Ki Hadjar Dewantara mengirimkan maklumat kepada
segenap pimpinan pergerakan rakyat, yang menjelaskan lebih lanjut sikap yang
diambil Taman Siswa. Aksi melawan ordonansi ini disokong sepenuhnya oleh 27
organisasi antara lain Istri sedar, PSII, Dewan Guru Perguruan Kebangsaan di
Jakarta, Budi Utomo, Paguyuban Pasundan, Persatuan Mahasiswa, PPPI, Partindo,
Muhammadiyan, dan lain-lainnya. Juga golongan peranakan Arab dan Tionghoa menyokong
aksi ini. Pers nasional tidak kurang menghantam ordonansi itu melalui tajuk
rencananya. Moh Hatta sebagai pemimpin Pendidikan Nasional Indonesia,
menganjurkan supaya mengorganisasi aksi yang kuat. Pada bulan Desember 1932
Wiranatakusumah, anggota Volksraad mengajukan pertanyaan pada pemerintah dan
disusul pada bulan Januari 1933 dengan sebuah usul inisiatif.
Usul inisiatif yang disokong oleh kawan-kawannya di dalam Volksraad, berisi:
menarik kembali ordonansi yang lama serta mengangkat komisi untuk merencanakan
perubahan yang tetap. Budi Utomo dan Paguyuban Pasundan mengancam akan menarik
wakil-wakilnya dari dewan-dewan, apabila ordonansi ini tidak dicabut pada
tanggal 31 Maret 1933. Juga di kalnag para ulama aksi melawan ordonansi sekolah
liar ini mendapat sambutan, terbukti dengan adanya rapat-rapat Persyarikatan
Ulama di Majalengka dan Ulama-ulama Besar di Minangkabau. Pemerintah terkejut
akan tekad perlawanan akan masyarakat Indonesia dan setelah mengeluarkan
beberapa penjelasan dan mengadakan pertemuan dengan Ki Hadjar Dewantara,
akhirnya dengan keputusan Gubernur Jenderal tanggal 13 Februari 1933 ordonansi
Sekolah liar diganti dengan ordonansi baru.
an �Lkdp��/�aan itu.
Pikiran untuk
menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita
garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku
seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku
terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi
suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun”.
Akibat
karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg
menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukuman internering (hukum
buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh
bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke Pulau Bangka.
Douwes Dekker
dan Cipto Mangoenkoesoemo merasakan rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil.
Mereka pun menerbitkan tulisan yang bernada membela Soewardi. Tetapi pihak
Belanda menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak
pada pemerinah kolonial. Akibatnya keduanya juga terkena hukuman internering.
Douwes Dekker dibuang di Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau
Banda.
Namun mereka
menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa memperlajari
banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya mereka diijinkan ke Negeri
Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.
Kesempatan itu
dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden
Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte.
Kemudian ia
kembali ke tanah air di tahun 1918. Di tanah air ia mencurahkan perhatian di
bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan.
Setelah pulang
dari pengasingan, bersama rekan-rekan seperjuangannya, ia pun mendirikan sebuah
perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa
(Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat
menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka
mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.
Tidak sedikit
rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah kolonial Belanda
berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1
Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi
itu kemudian dicabut.
Di tengah
keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia
juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke
pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan
buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan
nasional bagi bangsa Indonesia.
Sementara itu,
pada zaman Pendudukan Jepang, kegiatan di bidang politik dan pendidikan tetap
dilanjutkan. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
dalam tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Ir.
Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur.
Setelah zaman
kemedekaan, Ki hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja
diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (bapak Pendidikan
Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional,
tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat
keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan
lain yang diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah
Mada pada tahun 1957.
Dua tahun
setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal dunia pada
tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.
Kemudian oleh
pihak penerus perguruan Taman Siswa, didirikan Museum Dewantara Kirti Griya,
Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar
Dewantara. Dalam museum ini terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar
sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi
museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta
data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik,
budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan
dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.
Bangsa ini perlu
mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa
secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat,
kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus
didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi.
Konsep
Pendidikan Tamansiswa :
Tamansiswa
adalah badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat yang menggunakan
pendidikan dalam arti luas untuk mencapai cita-citanya. Bagi Tamansiswa,
pendidikan bukanlah tujuan tetapi media untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu
mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya. Merdeka
lahiriah artinya tidak dijajah secara fisik, ekonomi, politik, dsb; sedangkan
merdeka secara batiniah adalah mampu mengendalikan keadaan.
Tamansiswa anti
intelektualisme; artinya siapa pun tidak boleh hanya mengagungkan kecerdasan
dengan mengabaikan faktor-faktor lainnya. Tamansiswa mengajarkan azas
keseimbangan (balancing), yaitu antara intelektualitas di satu sisi dan
personalitas di sisi yang lain. Maksudnya agar setiap anak didik itu berkembang
kecerdasan dan kepribadiannya secara seimbang.
Tujuan
pendidikan Tamansiswa adalah membangun anak didik menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal
budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk
menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas
kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. Meskipun dengan
susunan kalimat yang berbeda namun tujuan pendidikan Tamansiswa ini sejalan
dengan tujuan pendidikan nasional.
Kalau di Barat
ada “Teori Domein” yang diciptakan oleh Benjamin S. Bloom yang terdiri dari kognitif,
afektif dan psikomotorik maka di Tamansiswa ada “Konsep Tringa” yang terdiri
dari ngerti (mengeta-hui), ngrasa (memahami) dan nglakoni (melakukan). Maknanya
ialah, tujuan belajar itu pada dasarnya ialah meningkatkan pengetahuan anak
didik tentang apa yang dipelajarinya, mengasah rasa untuk meningkat-kan
pemahaman tentang apa yang diketahuinya, serta meningkatkan kemampuan untuk
melaksanakan apa yang dipelajarinya.
Pendidikan
Tamansiswa dilaksanakan berdasar Sistem Among, yaitu suatu sistem pendidikan
yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Dalam
sistem ini setiap pendidik harus meluangkan waktu sebanyak 24 jam setiap
harinya untuk memberikan pelayanan kepada anak didik sebagaimana orang tua yang
memberikan pelayanan kepada anaknya.
Sistem Among
tersebut berdasarkan cara berlakunya disebut Sistem Tutwuri Handayani. Dalam
sistem ini orientasi pendidikan adalah pada anak didik, yang dalam terminologi
baru disebut student centered. Di dalam sistem ini pelaksanaan pendidikan lebih
didasarkan pada minat dan potensi apa yang perlu dikembangkan pada anak didik,
bukan pada minat dan kemampuan apa yang dimiliki oleh pendidik. Apabila minat
anak didik ternyata akan ke luar “rel” atau pengembangan potensi anak didik di
jalan yang salah maka pendidik berhak untuk meluruskannya.
Untuk mencapai
tujuan pendidikannya, Tamansiswa menyelanggarakan kerja sama yang selaras
antartiga pusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan
lingkungan masyarakat. Pusat pendidikan yang satu dengan yang lain hendaknya
saling berkoordinasi dan saling mengisi kekurangan yang ada. Penerapan sistem
pendidikan seperti ini yang dinamakan Sistem Trisentra Pendidikan atau Sistem
Tripusat Pendidikan.
Pendidikan
Tamansiswa berciri khas Pancadarma, yaitu Kodrat Alam (memperhatikan
sunatullah), Kebudayaan (menerapkan teori Trikon), Kemerdekaan (memperhatikan
potensi dan minat maing-masing indi-vidu dan kelompok), Kebangsaan
(berorientasi pada keutuhan bangsa dengan berbagai ragam suku), dan Kemanusiaan
(menjunjung harkat dan martabat setiap orang).
Gambar : Kongres Taman Siswa Tahun 1930 di
Yogyakarta
Perlawan Taman Siswa terhadap ordonansni sekolah liar merupakan masa gumilang bagi sejarahnya, yang juga berarti mempertahankan hak menentukan diri sendiri bagi bangsa Indonesia. Sesudah itu Taman Siswa akan mengadakan lagi perlawanan terhadap peraturan pemerintah kolonial yang dapat dianggap merugikan rakyat. Pada tahun 1935 Taman Siswa mempunyai 175 cabang yang tersebar di sekolahnnya ada 200 buah, dari mulai sekolah rendah hingga sekolah menengah.
C. SIKAP TAMAN SISWA PADA REVOLUSI DAN INDONESIA
MERDEKA
Pada saat setelah Indonesia merdeka Taman Siswa mengadakan
Rapat Besar (Konprensi) yang ke-9 di Yogyakarta. Tapi dengan masa kemerdekaan
ini tidak semua guru Tamansiswa menyadari akan dating juga masa baru untuk
Perguruan nasional mereka. Dalam Rapat besar itu terdapat tiga pendapat di
kalangan Tamansiswa dalam menghadapi kemerdekaan.
Pertama, pendapat bahwa tugas Taman Siswa telah selesai dengan tercapainya Indonesia merdeka. Karena menurut pendukung pendapat ini, peran taman siswa sebagai penggugah keinsafan nasional sidah habis, dan faktor melawan pemerintah jajahan tidak ada lagi.
Kedua, Taman Siswa masih perlu ada, sebelum pemerinta Republik dapat mengadakan sekolah-sekolah yang mencukupi keperluan rakyat. Lagi pula isi sekolah-sekolah negri pun belum dapat di ubah sekaligus sebagai warisan sistempengajaran yang lampau.
Ketiga, sekolah-sekolah partikelir yang memang mempunyai dasar sendiri tetap di perlukan, walaupun nantinya jumlah sekolah sudah cukup dan isinya juga sudahnasional.
Perbedaan pendapat di kalang Taman Siswa membawa dampak yang tidak bias di elakan, para pendukung pendapat pertama banyak yang meninggalkan Tamansiswa. Tamansiswa banyak di tinggalkan oleh pendukung akatif yang tahan uji. Namun hal ini tidak mengherankan karena sebenarnya orang-orang Taman Siswa hanya berpindah tempat mengisi kemerdekaan. Misal saja bapak Taman Siswa sendiri, Ki Hajar Dewantara, pada awal kemerdekaan menjadi mentri pendidikan , Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama di dalam pemerintahan. Bagi Taman Siswa sendiri yang terpenting ialah pembentikan panitia yang berkewajiban meninjau kembalinya peraturan tamansiswa dengan segala isinya. Panitia ini di ketuai oleh S. Manggoensarkoro dan kesimpiulan panitia ini diterima oleh Rapat Besar Umum (Kongres) V di Yogyakarta pada bulan Desember 1947.
Pada masa itu belanda telah mulai aksi militernya yang pertama pada 21 Juli 1947, sehingga Rapat Besar Umum, membahas tentang kedudukan cabang-cabang di daerah pendudukan. Kembali di daerah pendudukan Belanda muncul sebutan “sekolah liar” tapi tidak hanya sekolah partikelir saja tapi sekolah Republik pun dinyatakan “sekolah liar” ketika sekolah di Jakarta di tutup, maka gedung Taman Siswa di jalan Garuda 25 di banjiri oleh murid-murid. Semangat yang luar biasa di tunjukan oleh sekolah Tamansiswa yang berada di daerah pendudukan mereka berusaha mempertahankan sekolah mereka meski Majelis Luhur di Yogyakartatidak menyetujui di teruskanya sekolah di daerah pendudukan. Tapi akhirnya majelis Luhur mengizinkan untuk membvuka terus cabang-cabang Taman Siswa di daerah pendudukan.
Pertama, pendapat bahwa tugas Taman Siswa telah selesai dengan tercapainya Indonesia merdeka. Karena menurut pendukung pendapat ini, peran taman siswa sebagai penggugah keinsafan nasional sidah habis, dan faktor melawan pemerintah jajahan tidak ada lagi.
Kedua, Taman Siswa masih perlu ada, sebelum pemerinta Republik dapat mengadakan sekolah-sekolah yang mencukupi keperluan rakyat. Lagi pula isi sekolah-sekolah negri pun belum dapat di ubah sekaligus sebagai warisan sistempengajaran yang lampau.
Ketiga, sekolah-sekolah partikelir yang memang mempunyai dasar sendiri tetap di perlukan, walaupun nantinya jumlah sekolah sudah cukup dan isinya juga sudahnasional.
Perbedaan pendapat di kalang Taman Siswa membawa dampak yang tidak bias di elakan, para pendukung pendapat pertama banyak yang meninggalkan Tamansiswa. Tamansiswa banyak di tinggalkan oleh pendukung akatif yang tahan uji. Namun hal ini tidak mengherankan karena sebenarnya orang-orang Taman Siswa hanya berpindah tempat mengisi kemerdekaan. Misal saja bapak Taman Siswa sendiri, Ki Hajar Dewantara, pada awal kemerdekaan menjadi mentri pendidikan , Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama di dalam pemerintahan. Bagi Taman Siswa sendiri yang terpenting ialah pembentikan panitia yang berkewajiban meninjau kembalinya peraturan tamansiswa dengan segala isinya. Panitia ini di ketuai oleh S. Manggoensarkoro dan kesimpiulan panitia ini diterima oleh Rapat Besar Umum (Kongres) V di Yogyakarta pada bulan Desember 1947.
Pada masa itu belanda telah mulai aksi militernya yang pertama pada 21 Juli 1947, sehingga Rapat Besar Umum, membahas tentang kedudukan cabang-cabang di daerah pendudukan. Kembali di daerah pendudukan Belanda muncul sebutan “sekolah liar” tapi tidak hanya sekolah partikelir saja tapi sekolah Republik pun dinyatakan “sekolah liar” ketika sekolah di Jakarta di tutup, maka gedung Taman Siswa di jalan Garuda 25 di banjiri oleh murid-murid. Semangat yang luar biasa di tunjukan oleh sekolah Tamansiswa yang berada di daerah pendudukan mereka berusaha mempertahankan sekolah mereka meski Majelis Luhur di Yogyakartatidak menyetujui di teruskanya sekolah di daerah pendudukan. Tapi akhirnya majelis Luhur mengizinkan untuk membvuka terus cabang-cabang Taman Siswa di daerah pendudukan.
D. TAMAN SISWA SETELAH KEMERDEKAAN
Salah satu masalah yang di hadapi Taman Siswa setelah
kemerdekaan ialah meninjau kembalai hubungan dengan pemerintah kita sendiri,
terutama dlam hal penerimaan subsidi.di kalang perguruan tinggi banyak
perbedaan dalam menghadapi masalah ini, yaitu mereka yang dapat menerima
subsidi itu dan di gunakan untu pengelolaan sekolah tapi tetap melihat berapa
besar pengaruhnya agar tidak menggangu terhadap prinsip “ merdeka mengurus diri
sendiri” dan mereka yang beranggapan agar melepas sikap oposisi seperti pada masa
colonial karena tidak cocok dengan di Indonesia merdeka. Walaupun sempat di
tahun 1946 adanya keterbukaan untuk mengenai menghadapi masa kemerdekaanuntuk
merumuskan kembali sas dan dasar namun dalam pelaksanaanya mengenai subdidi ini
masih banyak yang ingin memelijara keadaan seperti yang lalu.
Di kalangan para pemimpin sedikitnya tedapat dua pendapat atau aliran. Yang pertama aliran yang memnginginkan Taman Siswa terlepas dari system pendidikan pemerintah, merupakan lembaga pendidikan yang independen, hidup dalam cita-citanya sendiri dan terus berusaha agar sebagian masyarakat menerima konsep pendidikan nasional. Caranya ialah dengantetap mempertahankan system pondok yang relative terasing dari masyarakat sekitarnya. Aliran pemikiran yang kedua ialah mereka ber pendapat bahwa perkembangan masyarakat Indonesia baru sangat berbeda dengan keadaan zaman kolonial, oleh karena perubahan perlu di hadapi dengan pemikiran baru. Taman Siswa dapat menyumbangkan pengalaman dan keahlian untuk Menteri Pendidikan dalam usahanya mengembangkan kebijaksanaan politik pendidikan nasional. http://tamansiswa.org/
mer�
bsp��/�ajari
banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya mereka diijinkan ke Negeri
Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.Di kalangan para pemimpin sedikitnya tedapat dua pendapat atau aliran. Yang pertama aliran yang memnginginkan Taman Siswa terlepas dari system pendidikan pemerintah, merupakan lembaga pendidikan yang independen, hidup dalam cita-citanya sendiri dan terus berusaha agar sebagian masyarakat menerima konsep pendidikan nasional. Caranya ialah dengantetap mempertahankan system pondok yang relative terasing dari masyarakat sekitarnya. Aliran pemikiran yang kedua ialah mereka ber pendapat bahwa perkembangan masyarakat Indonesia baru sangat berbeda dengan keadaan zaman kolonial, oleh karena perubahan perlu di hadapi dengan pemikiran baru. Taman Siswa dapat menyumbangkan pengalaman dan keahlian untuk Menteri Pendidikan dalam usahanya mengembangkan kebijaksanaan politik pendidikan nasional. http://tamansiswa.org/
Kesempatan itu
dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden
Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte.
Kemudian ia
kembali ke tanah air di tahun 1918. Di tanah air ia mencurahkan perhatian di
bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan.
Setelah pulang
dari pengasingan, bersama rekan-rekan seperjuangannya, ia pun mendirikan sebuah
perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa
(Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat
menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka
mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.
Tidak sedikit
rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah kolonial Belanda
berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1
Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi
itu kemudian dicabut.
Di tengah
keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia
juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke
pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan
buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan
nasional bagi bangsa Indonesia.
Sementara itu,
pada zaman Pendudukan Jepang, kegiatan di bidang politik dan pendidikan tetap
dilanjutkan. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
dalam tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Ir.
Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur.
Setelah zaman
kemedekaan, Ki hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja
diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (bapak Pendidikan
Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional,
tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat
keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan
lain yang diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah
Mada pada tahun 1957.
Dua tahun
setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal dunia pada
tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.
Kemudian oleh
pihak penerus perguruan Taman Siswa, didirikan Museum Dewantara Kirti Griya,
Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar
Dewantara. Dalam museum ini terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar
sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi
museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta
data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik,
budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan
dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.
Bangsa ini perlu
mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa
secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat,
kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus
didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi.
Konsep
Pendidikan Tamansiswa :
Tamansiswa
adalah badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat yang menggunakan
pendidikan dalam arti luas untuk mencapai cita-citanya. Bagi Tamansiswa,
pendidikan bukanlah tujuan tetapi media untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu
mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya. Merdeka
lahiriah artinya tidak dijajah secara fisik, ekonomi, politik, dsb; sedangkan
merdeka secara batiniah adalah mampu mengendalikan keadaan.
Tamansiswa anti
intelektualisme; artinya siapa pun tidak boleh hanya mengagungkan kecerdasan
dengan mengabaikan faktor-faktor lainnya. Tamansiswa mengajarkan azas
keseimbangan (balancing), yaitu antara intelektualitas di satu sisi dan
personalitas di sisi yang lain. Maksudnya agar setiap anak didik itu berkembang
kecerdasan dan kepribadiannya secara seimbang.
Tujuan
pendidikan Tamansiswa adalah membangun anak didik menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal
budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk
menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas
kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. Meskipun dengan
susunan kalimat yang berbeda namun tujuan pendidikan Tamansiswa ini sejalan
dengan tujuan pendidikan nasional.
Kalau di Barat
ada “Teori Domein” yang diciptakan oleh Benjamin S. Bloom yang terdiri dari kognitif,
afektif dan psikomotorik maka di Tamansiswa ada “Konsep Tringa” yang terdiri
dari ngerti (mengeta-hui), ngrasa (memahami) dan nglakoni (melakukan). Maknanya
ialah, tujuan belajar itu pada dasarnya ialah meningkatkan pengetahuan anak
didik tentang apa yang dipelajarinya, mengasah rasa untuk meningkat-kan
pemahaman tentang apa yang diketahuinya, serta meningkatkan kemampuan untuk
melaksanakan apa yang dipelajarinya.
Pendidikan
Tamansiswa dilaksanakan berdasar Sistem Among, yaitu suatu sistem pendidikan
yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Dalam
sistem ini setiap pendidik harus meluangkan waktu sebanyak 24 jam setiap
harinya untuk memberikan pelayanan kepada anak didik sebagaimana orang tua yang
memberikan pelayanan kepada anaknya.
Sistem Among
tersebut berdasarkan cara berlakunya disebut Sistem Tutwuri Handayani. Dalam
sistem ini orientasi pendidikan adalah pada anak didik, yang dalam terminologi
baru disebut student centered. Di dalam sistem ini pelaksanaan pendidikan lebih
didasarkan pada minat dan potensi apa yang perlu dikembangkan pada anak didik,
bukan pada minat dan kemampuan apa yang dimiliki oleh pendidik. Apabila minat
anak didik ternyata akan ke luar “rel” atau pengembangan potensi anak didik di
jalan yang salah maka pendidik berhak untuk meluruskannya.
Untuk mencapai
tujuan pendidikannya, Tamansiswa menyelanggarakan kerja sama yang selaras
antartiga pusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan
lingkungan masyarakat. Pusat pendidikan yang satu dengan yang lain hendaknya
saling berkoordinasi dan saling mengisi kekurangan yang ada. Penerapan sistem
pendidikan seperti ini yang dinamakan Sistem Trisentra Pendidikan atau Sistem
Tripusat Pendidikan.
Pendidikan
Tamansiswa berciri khas Pancadarma, yaitu Kodrat Alam (memperhatikan
sunatullah), Kebudayaan (menerapkan teori Trikon), Kemerdekaan (memperhatikan
potensi dan minat maing-masing indi-vidu dan kelompok), Kebangsaan
(berorientasi pada keutuhan bangsa dengan berbagai ragam suku), dan Kemanusiaan
(menjunjung harkat dan martabat setiap orang).
2 komentar:
warna template nya bikin sakit mata bro !!!
tapi nice !
keep try !
ia mklum bru bljar tapi tapi gmna skrng tmplnnya,?
kasih sran krang bgus apanya tar d perbaiki,,?
kasi msukan
Posting Komentar
maaf bila ada kekurangan soalnya blogger ini msh dalam perjalanan proses perbaikan,,
dan minta kritik dan sarannya